GAHP DAN AEC DI DEPAN MATA, EFISIENSI ATAU
TUMBANG ..!!!
Dan pada saatnya nanti setelah peternak mandiri musnah tanpa jejak, maka anda rakyat Indonesia siap siap dengan harga tukang kepruk pada produk daging dan telur luar negeri yang masuk pasar modern atau pasar tradisional Indonesia
Subsidi adalah HAK rakyat, dan merupakan KEWAJIBAN bagi Negara , yang bukan pelaku pasar ..yang bukan pelaku peternakan jangan koar koar soal pencabutan subsidi…asu ki…
Dengan kondisi pasar dan peternakan semacam itu apa yang bisa kita perbuat..? nangis mutung trus nutup peternakan ? trus anak bojo sopo sing njamin kebutuhan uripe…? Negara ? preeeett…..
MODHAR MATI PANGANE DEWE
TERUSLAH BEKERJA JANGAN BERHARAP PADA NEGARA
Mulai sekarang kudu wajib siap siap, dari kemaren kemaren sudah tak bilang…EFISIENSI….
Terobosan keilmuaan teori dan praktek harus terus di gali hingga nanti ketemu dengan standart yang menjamin rasa aman kita dalam beternak.
Seperti terobosan ilmu Mas Aan Amburadol , benar apa salah nyebut namanya…?
Dengan terobosan ilmu praktek pakan fermentasi dengan crude protein di bawah standart 14-15% tapi produktivitas Layer-nya 80% - 90% - 100% naik turun, meski dalam ujicoba hanya 10 ekor saja, tapi ini sudah merupakan suatu yang luar biasa seandainya nanti bisa di pertahankan hingga waktu afkir.
Atau Mas Sutarto Saman, dari Sukoharjo ujicobanya pakan modifikasi BR 1 Alternatif pada peternakan Joper tanpa pemberian pakan jadi pabrikan sama sekali, dengan hasil panen yang malah lebih bagus di bandingkan yang pakai pakan jadi pabrik, kuncinya pada pemberiaan pakan basah.
Atau mas yang dari Bantul Jogja lupa namanya, saking banyaknya tamu yang datang kerumah, ora apal nama masing masing, pada penggemukan bebek jantan local pedaging dengan masa pemeliharaan 38 hari saja sudah berbobot 1,3kg/ekor, pada ujicobanya yang berjumlah 64 ekor mendapat laba Rp 300.000 – 400.000/periode. Dengan pakan BR1 75kg, dedak 150kg blendungan 50kg nasi kering 8kg Probiotik PTPG2 4,5liter dan enceng gondok …hanya itu saja
Atau mas yang dari Sragen atau Karanganyar..lupa namanya, pemberian pakan fermentasi pada penggemukan bebek jantan local, 90% pakan nabati 10% pakan hewani, tanpa pakan pabrik sama sekali, hasilnya bagus di atas rata rata saat panen karena tertolong harga pakan yang super murah.
Keilmuaan Jus Asam Amino perlu di aplikasikan dalam ujicoba, kombinasikan dengan bahan sumber nabati local , kita perlu tahu hasilnya jika hanya dengan bahan pakan itu saja. Seandainya bagus, maka aplikasi tersebut yang perlu di kembangkan lagi.
Keilmuaan fermentasi tepung bulu atau tepung darah, jika seandainya dengan teknologi fermentasi dapat mengurangi serat dan meningkatkan nilai tercerna nutrisi maka itu bagus sekali untuk langkah efisiensi dalam manajemen pemeliharaan ternak.
Hitungan protein kasar crude protein seandainya bisa di tingkatkan menjadi hitungan nilai nutrisi tercerna, tentu akan berakibat bagus untuk dunia peternakan.
Apalagi teknologi Probiotik sudah lebih dari setahun lalu saya paparkan di dunia maya, tak jelaskan di blog dan CD dan buku probiotik gratis….. sehingga bisa di buat sendiri dengan hasil yang sangat memuaskan pada peternakan….
kurang opo meneh………?
Tulisan di atas itu di tujukan buat peternak mandiri, bukan pabrikan besar sing mesti turah duit,
buat peternak modal cawet cekak…..sing prinsipe sitik sitik angere mlaku
Mulai sekarang nek ora berani mencoba coba pakan alternative, siap siap wae kukut, bubar pasare…
tapi yang namanya mencoba itu harus punya konsep dulu, jangan asal sepur tubruk…..
nekat tapi dengan perhitungan… #bumiternak
Yang jelas jelas di depan mata ASEAN Economic Community ( AEC ) alias
Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ), kepastiaan berlakunya pada akhir tahun 2015.
Saat itu terjadi maka produk daging dan telur dan produk lain dari Negara
Thailand, Malasia, dan mungkin Vietnam dan Negara lain di kawasan Asia bakalan dengan mudahnya mejeng di lapak lapak
pasar modern Indonesia.
Itulah intinya Liberalisasi perdagangan Global maupun Kawasan Regional Terbatas.
Barang dalam satu wilayah yang di sepakati untuk bebas masuk ke masing masing
Negara anggota community, tanpa barrier hambatan apapun lagi. Tidak berlakunya
lagi bea masuk, tariff maupun non tarif tidak berlaku lagi.
Produk domestic dalam negeri di paksa bersaing total dengan produk dari luar
negeri tanpa lagi mendapat tindakan protectif dari pemerintahan setempat. Murni
ini persaingan dalam pasar Bebas dengan produk dari luar negeri.
Wes siap……..?
ASEAN Good Animal Husbandry Practices ( GAHP ) meski kesepakatan ini masih di
godog di kementrian masing maing Negara dan seumpama terjadi deal dari
pemerintahan masing masing , maka effeknya adalah standarisasi mutu kualitas produk
peternakan harus sama rata, satu standart mutu yang di terapkan pada Negara anggota
community.
Apa yang boleh di pakai ,mana yang harus di hindari harus benar benar di taati
aturannya, baru barang produk suatu Negara boleh bersaing atau masuk Negara lain.
Wacananya yang mau di pakai standart kualitas mutu produk dari Thailand sebagai
acuaan, dan Indonesia tingkatan standart mutu masih 1 strep di bawah Thailand,
artinya Indonesia dan Negara lain harus mengikuti standart Thailand.
Bagi perusahaan besar terintegrasi pasti mampu untuk memenuhi standart
tersebut, lantas bagaimana dengan Peternak Mandiri…? Dan Indonesia sebagian
besar adalah Peternak Mandiri, apa mampu mengikuti standart kualitas Thailand
yang berkiblat pada standart Eropa…? Padahal sebelum berlakunya AEC saja produk
daging dan telur Malasia sudah merembes ke pasar becek Indonesia…
Mungkin dalam perjanjiaan AEC dan GHAP produk daging dan telur hanya untuk
pasar modern…tapi siapa yang berani menjamin tidak bakalan merembes ke pasar
becek pasar tradisional..? Di Indonesia apapun bisa terjadi, itu fakta di
lapangan.
Soal subsidi, apa Negara lain tidak memberikan subsidi ? Sudah pasti subsidi
insentif di berikan pada peternak masing masing Negara. , tiap Negara memberikan
subsidi insentif berupa :
1. Pinjaman tanpa bunga, bandingkan Indonesia semua bentuk pinjaman bunganya
12%
2. Potongan insentif harga pada peralatan peternakan yang di tanggung
pemerintah
3. Subsidi inpor semua bahan pakan, bungkil kedelei Indonesia Rp 8000/kg harga Negara
lain mungkin Rp4000-6000/kg, hitungan semacam itu berlaku pada MBM, CGM, DCM, SBM,
Rapeseed dll
Besaran total akumulatif nilai subsidi bisa mencapai $ 0,5/kg bobot hidup, maka
seandainya harga harga pasar Rp 16.000/kg maka mendapat subsidi Rp 6000/kg,
pada Negara tertentu, nek harga Indonesia missal Rp 16.000/kg mereka menang Rp
6.000/kg dulu di banding kita yang real harga pasar, nek seperti it uterus menerus
wes mesti di jamin bangkrut peternak mandiri…..
Dan pada saatnya nanti setelah peternak mandiri musnah tanpa jejak, maka anda rakyat Indonesia siap siap dengan harga tukang kepruk pada produk daging dan telur luar negeri yang masuk pasar modern atau pasar tradisional Indonesia
Subsidi adalah HAK rakyat, dan merupakan KEWAJIBAN bagi Negara , yang bukan pelaku pasar ..yang bukan pelaku peternakan jangan koar koar soal pencabutan subsidi…asu ki…
Dengan kondisi pasar dan peternakan semacam itu apa yang bisa kita perbuat..? nangis mutung trus nutup peternakan ? trus anak bojo sopo sing njamin kebutuhan uripe…? Negara ? preeeett…..
MODHAR MATI PANGANE DEWE
TERUSLAH BEKERJA JANGAN BERHARAP PADA NEGARA
Mulai sekarang kudu wajib siap siap, dari kemaren kemaren sudah tak bilang…EFISIENSI….
Terobosan keilmuaan teori dan praktek harus terus di gali hingga nanti ketemu dengan standart yang menjamin rasa aman kita dalam beternak.
Seperti terobosan ilmu Mas Aan Amburadol , benar apa salah nyebut namanya…?
Dengan terobosan ilmu praktek pakan fermentasi dengan crude protein di bawah standart 14-15% tapi produktivitas Layer-nya 80% - 90% - 100% naik turun, meski dalam ujicoba hanya 10 ekor saja, tapi ini sudah merupakan suatu yang luar biasa seandainya nanti bisa di pertahankan hingga waktu afkir.
Atau Mas Sutarto Saman, dari Sukoharjo ujicobanya pakan modifikasi BR 1 Alternatif pada peternakan Joper tanpa pemberian pakan jadi pabrikan sama sekali, dengan hasil panen yang malah lebih bagus di bandingkan yang pakai pakan jadi pabrik, kuncinya pada pemberiaan pakan basah.
Atau mas yang dari Bantul Jogja lupa namanya, saking banyaknya tamu yang datang kerumah, ora apal nama masing masing, pada penggemukan bebek jantan local pedaging dengan masa pemeliharaan 38 hari saja sudah berbobot 1,3kg/ekor, pada ujicobanya yang berjumlah 64 ekor mendapat laba Rp 300.000 – 400.000/periode. Dengan pakan BR1 75kg, dedak 150kg blendungan 50kg nasi kering 8kg Probiotik PTPG2 4,5liter dan enceng gondok …hanya itu saja
Atau mas yang dari Sragen atau Karanganyar..lupa namanya, pemberian pakan fermentasi pada penggemukan bebek jantan local, 90% pakan nabati 10% pakan hewani, tanpa pakan pabrik sama sekali, hasilnya bagus di atas rata rata saat panen karena tertolong harga pakan yang super murah.
Keilmuaan Jus Asam Amino perlu di aplikasikan dalam ujicoba, kombinasikan dengan bahan sumber nabati local , kita perlu tahu hasilnya jika hanya dengan bahan pakan itu saja. Seandainya bagus, maka aplikasi tersebut yang perlu di kembangkan lagi.
Keilmuaan fermentasi tepung bulu atau tepung darah, jika seandainya dengan teknologi fermentasi dapat mengurangi serat dan meningkatkan nilai tercerna nutrisi maka itu bagus sekali untuk langkah efisiensi dalam manajemen pemeliharaan ternak.
Hitungan protein kasar crude protein seandainya bisa di tingkatkan menjadi hitungan nilai nutrisi tercerna, tentu akan berakibat bagus untuk dunia peternakan.
Apalagi teknologi Probiotik sudah lebih dari setahun lalu saya paparkan di dunia maya, tak jelaskan di blog dan CD dan buku probiotik gratis….. sehingga bisa di buat sendiri dengan hasil yang sangat memuaskan pada peternakan….
kurang opo meneh………?
Tulisan di atas itu di tujukan buat peternak mandiri, bukan pabrikan besar sing mesti turah duit,
buat peternak modal cawet cekak…..sing prinsipe sitik sitik angere mlaku
Mulai sekarang nek ora berani mencoba coba pakan alternative, siap siap wae kukut, bubar pasare…
tapi yang namanya mencoba itu harus punya konsep dulu, jangan asal sepur tubruk…..
nekat tapi dengan perhitungan… #bumiternak